Makan di Kaki Lima Keluarkan 5 Dolar Tasya Kamila Rasakan Mahalnya Biaya Hidup Kuliah di Amerika

Tasya Kamila merasakan mahalnya biaya hidup saat dua tahun menempuh pendidikan di Amerika Serikat, tepatnya di Columbia Universitu. Terutama untuk kebutuhan sehari hari seperti makan dan tempat tinggal. Tasya Kamila harus merogoh kocek lebih besar dari pada di Indonesia.

"Untuk biaya bisa diliat dari kurs mata uang kita yaa, jadi bisa dikira kira seberapa mahalanya," ujar Tasya Kamila dalam seminar online, Kamis (28/5/2020). Untuk makan sehari hari di tempat makan kaki lima seperti di Indonesia, Tasya Kamila menuturkan ia menghabiskan Rp 60 70 ribu sekali makan. "Untuk makan di sana ya kalau kita bilang di kaki lima lah, paling murah aja 5 6 dolar. Yaa kira kira Rp 60 70 ribu sekali makan," ucap istri Randi Bachtiar ini.

Untuk apartemen tempat tinggalnya selama di Amerika, Tasya harus merogoh puluhan juta rupiah setiap bulannya. Meskipun diakuinya kampus tempat berkuliah menyediakan asrama, namun ia tetap harus bayar dan harganya tak jauh beda. "Untuk apartemen student tuh bisa dapet asrama atau dome, aku semept 1 2 bulan asrama tapi aku ga betah. Itu juga gak murah katakanlah 1000 dolar, itu kecil tapi," tutur Tasya.

"Kalau tempat tinggal lain kira kira 1200 dolar. Yaa Rp 25 jutaan lah perbulan," tambahnya. Tasya pun bersyukur selama dua tahun berkuliah di Amerika Serikat, ia tak perlu keluar uang karena mendapat beasiswa. "Yaa aku terbantu banget sama beasiswa, karena aku selama kuliah nggak kerja, nggak bisa syuting dan nggak ada peghasilan," ungkap Tasya.

"Dan setelah S1 tugas mereka membiayai aku udah selesai, jadi aku dibebasin mau kerja atau sekolah lagi asal menggunakan biaya sendiri," katanya. Selain biaya hidup yang mahal, Tasya Kamila juga pernahmengalami kendala terbesar kuliah di Amerika. Kendala ini adalah saat almarhum ayahnya meninggal dunia.

Sebab, di tahun 2017 saat sang ayah meninggal Tasya Kamila tak bisa pulang ke Indonesia. Mendiang ayahnya itu meninggal karena serangan jantung. Bagi Tasya yang saat itu tengah menempuh pendidikan di luar negeri, kabar duka tersebut menjadi kendala terberat yang ia rasakan. "Namanya kuliah di luar negeri harus siap merasakan plus minusnya. Termasuk saat aku kuliah di luar terus papah aku meninggal dan aku nggak bisa pulang," ujar Tasya Kamila dalam seminar online, Kamis (28/5/2020).

"Aku nggak bisa hadir ke Indonesia untuk hadirin ke pemakaman papah aku, itu sih tantangan terberat aku. Sisanya sih bisa diatasin yaaa," lanjutnya. Dalam seminar tersebut, Tasya menjelaskan kepada pelajar muda yang merupakan peserta seminar untuk siap menghadapi segala kendala ketika sudah memilih untuk berkuliah di luar negeri. Meski begitu, Tasya memastikan pengalaman merantau ke luar negeri atau luar kota sekalipun. Akan memberikan pengalaman yang sangat berharga.

"Pastinya yang namanya merantau, entah itu buat kerja atau belajar pasti ada suka dukanya," tutur Tasya. "Kita dapat pelajaran di sana gimana pengalaman hidup di luar gimana kita bisa lebih kompetitif di sana. Dan biaya hidup di sana pasti lebih mahal juga," ucapnya. Dua tahun menempuh pendidikan S2 di Columbia University. Tasya kini mendapat gelar Master of Public Administration.

Keputusannya untuk berkuliah di luar negeri, khususnya Amerika Seritak. Karena ia tak ingin jenjang pendidikannya berhenti di S1, Tasya ingin minimal jenjang pendidikannya adalah S2.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *