
Komisi Pemberantasan Korups (KPK) menghentikan 36 kasus di tahap penyelidikan. Hal ini disampaikan oleh Plt Juru Bicara (Jubir) KPK, Ali Fikri. "KPK mengkonfirmasi telah mengkentikan 36 perkara di tahap penyelidikan," ujar Ali yang dikutip dari
Menurut Ali, hal penghentian 36 kasus ini telah diuraikan lebih lanjut sesuai dengan prinsip kepastian hukum, keterbukaan, serta akuntabilitas pada publik. Ali menguraikan, sembilan kasus di antara sudah ditangani sejak lama yakni sejak 2011, 2013, dan 2015. Jubir KPK itu mengatakan penghentian 36 kasus ini akibat dari tidak ditemukannya tindak pidana atau alat bukti yang cukup untuk maju ke tahap penyidikan.
"Jika tidak ditemukan hal tersebut, maka perkara dihentikan penyelidikannya," ujarnya. Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (19/2/2020). (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D) Dalam kesempatan itu, Ali menyebut kasus penyelidikan yang diberhentikan oleh KPK cukup beragam.
Di antaranya terkait dengan dugaan korupsi oleh kepala daerah, BUMN, aparat penegak hukum, kementerian/lembaga, serta DPR atau DPRD. Kendati demikian, KPK memastikan kasus besar seperti kasus BLBI, kasus Century hingga pengembangan e KTP tidak termasuk dalam 36 perkara yang dihentikan. Sementara itu, penghentian 36 kasus ini menarik perhatian sejumlah pihak, khususnya Indonesia Corruption Watch (ICW).
ICW mempersoalkan dan mempertanyakan adanya peyetopan 36 kasus itu oleh KPK. Bahkan pihak ICW menduga kasus yang dihentikan ini berkaitan dengan aktor penting seperti kepala daerah, anggota legislatif, hingga penegak hukum. Hal ini disampaikan oleh Peneliti ICW, Wana Alamsyah.
"Jangan sampai pimpinan KPK melakukan abuse of power dalam memutuskan penghentian perkara," ujarnya yang dikutip dari Terlebih Ketua KPK, Firli Bahuri merupakan polisi aktif. Sehingga ICW khawatir akan adanya konflik kepentingan dalam keputusan penghentian kasus tersebut.
Tak hanya khawatir, Wana juga menyayangkan keputusan Firli cs ini. Sebab penghentian 36 kasus korupsi ini membuat kinerja KPK di bidang peindakan akan merosot tajam. "Dengan banyaknya jumlah perkara yang dihentikan oleh KPK pada proses penyelidikan, hal ini menguatkan dugaan publik bahwa kinerja penindakan KPK akan merosot tajam dibandingkan dengan tahun sebelumnya," jelasnya.
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani, meminta KPK menjelaskan soal pemberhentian pengusutan 36 kasus korupsi. "Pimpinan KPK perlu menjelaskan kepada publik tentang penghentian penyelidikan 36 kasus agar tidak berkembang spekulasi bahwa KPK melakukan impunisasi kasus korupsi," kata Arsul yang dikutip dari Namun Arsul juga mengaku bahwa penghentian penyelidikan sebuah kasus sebenarnya bukan hal yang aneh.
Secara prinsip jika bukti permulaannya dianggap tak cukup untuk dilanjutkan ke tingak penyidikan maka layak untuk diberhentikan. Kendati demikian, Firli Cs wajib untuk menjelaskannya kepada masyarakat mengapa sebuah kasus harus dihentikan. Karena meski dihentikan bukan berarti kasus tersebut hilang begitu saja.
Mengingat jika ditemukannya bukti baru yang kuat maka tidak menutup kemungkinan kasus tersebut dapat dibuka kembali.