
Pernahkah Anda memakai Dropbox, Buffer, atau Slack dalam rutinitas digital sehari-hari atau untuk urusan pekerjaan? Bila pernah, mungkin Anda juga sudah tahu bahwa ketiga produk digital itu sukses dikembangkan dengan metode lean startup, bukan?
Jadi, apa itu lean startup?
Sederhananya lean startup adalah metode yang digunakan untuk mendirikan perusahaan baru atau memperkenalkan produk baru atas nama perusahaan yang sudah ada.
Bedanya, metode ini prosesnya lebih efektif dan singkat dari yang lain. Sebab, metode ini menganjurkan pengembangan produk yang langsung didemonstrasikan ke konsumen. Dengan begitu, founder bisa melakukan evaluasi langsung terhadap produknya tersebut sebelum benar-benar diluncurkan secara resmi.
Sedangkan, pendekatan lainnya lebih fokus mengembangkan produk sampai benar-benar matang baru diluncurkan ke publik. Lalu, berharap langsung muncul permintaan terhadap produk tersebut.
Asal mula tercetusnya lean startup
Konsep lean startup muncul di awal 2000-an dan berkembang menjadi suatu metodologi bisnis sekitar 2010. Metode ini dikembangkan oleh pengusaha Silicon Valley bernama Steve Blank dan Eric Ries.
Meskipun model lean startup dicetuskan oleh Blank dan Ries, jauh sebelum itu metode ini sebenarnya adaptasi dari model operasi Toyota tahun 1930, ‘The Toyota Way’ atau dikenal juga dengan istilah lean manufacturing. Ini adalah mode produksi di mana produsen mempercayakan tenaga kerjanya untuk melakukan proses perbaikan dan pembaharuan demi mempercepat proses produksi sekaligus meningkatkan kualitas produk.
Lalu, Ries mempopulerkan konsep lean startup ini lewat buku yang ditulisnya berjudul The Lean Startup (2011). Lalu, pada 2012 giliran Blank dan Bob Dorf yang menerbitkan buku serupa yang berjudul The Startup Owner’s Manual.
Kemudian prinsip-prinsip dalam lean startup ini dipelajari di sekolah-sekolah bisnis. Beberapa perusahaan besar pun turut menerapkan metode itu dengan inovasi masing-masing.
Lean startup vs. pendekatan startup tradisional
Ide-ide yang terkandung dalam lean startup berbeda dengan prinsip-prinsip tradisional tentang bagaimana seharusnya suatu bisnis atau produk diluncurkan.
Pendekatan startup tradisional mengharuskan founder mengembangkan rencana bisnis jangka panjang dan kemudian menggunakan rencana itu untuk mengumpulkan dana guna mendanai kegiatan pengembangan produk.
Selain itu, prinsip-prinsip tradisional menyarankan founder untuk mengembangkan produk mereka dalam mode sembunyi-sembunyi, sehingga ide-ide produk mereka tidak diketahui oleh siapa pun di luar pekerja startup dan investor mereka.
Sedangkan, metodologi lean startup menyarankan founder untuk memulai saja bisnis atau pengembangan produk namun sekaligus melakukan uji coba ke masyarakat. Selama masa uji coba itu founder mengumpulkan feedback pelanggan potensial kemudian digunakan untuk memperbaiki yang kurang atau mengurangi yang berlebih agar sesuai dengan yang diharapkan pasar.
Intinya prinsip lean startup ini ingin memastikan para founder mampu mengembangkan produk yang benar-benar diinginkan konsumen, daripada mencoba membangun bisnis berdasarkan ide yang belum teruji. Prinsip ini diyakini lebih hemat biaya dan waktu.
Lima prinsip lean startup
1. Entrepreneur/founder ada dimana-mana
Jika Anda memiliki startup, Anda disebut sebagai seorang entrepreneur atau founder. Berdasarkan prinsip lean startup, seorang entrepreneur atau founder tidak melulu wajib punya kantor khusus untuk memulai bisnis atau mengembangkan produknya.
Entrepreneur atau founder bisa memulai itu semua di mana saja. Entah itu di kafe, di rumah, di kamar, bahkan di gudang pun tak masalah. Sebab, lean startup lebih mengutamakan tindakan yang hemat uang, waktu, hingga sumber daya. Ketimbang cara-cara tradisional yang justru berkebalikan dengan hal tersebut.
2. Entrepreneurship adalah manajemen
Sama seperti perusahaan lain, startup membutuhkan manajemen — meskipun mungkin tidak terlihat seperti manajemen bisnis pada umumnya. Artinya, proses manajemen yang dianut lean startup tidak akan seteratur atau berbasis protokol seperti model bisnis lain yang sudah mapan dan operasional.
Melainkan, lebih fleksibel yang harus siap dengan segala ketidakpastian, siap bereaksi dengan cepat dalam dalam situasi berisiko. Sekaligus manajemen yang mampu melobi investor, dan mengizinkan karyawan bereksperimen selama risiko dianggap dapat diterima.
3. Validated learning
Lean startup adalah tentang membangun model bisnis yang berkelanjutan melalui pembelajaran yang tervalidasi. Maksudnya, model bisnis yang menganut prinsip ini bermotivasi tinggi melakukan beragam eksperimen untuk menghasilkan produk. Lalu, terbuka dengan feedback konsumen dan siap untuk memperbaiki yang kurang, atau mengurangi yang berlebih bahkan mengulangi eksperimen dari awal lagi.
Sebab, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, prinsip utama lean startup adalah membuat suatu bisnis startup mampu menghasilkan produk atau jasa yang memecahkan masalah para konsumennya. Jika tidak, maka produk itu tidak relevan dan tidak bisa menghasilkan keuntungan bagi bisnis tersebut. Akhirnya tujuan startup menjadi besar dan berkelanjutan malah tak tercapai
4. Innovation accounting
Agar berhasil menciptakan bisnis yang berkelanjutan, founder harus mampu memantau kemajuan secara objektif, menetapkan tonggak pencapaian, memprioritaskan pekerjaan, dan membuat keputusan yang tepat berdasarkan data yang sesuai.
Kemajuan yang objektif salah satunya dilihat dari laporan keuangan bisnis itu sendiri. Agar laporan keuangan bisnis startup Anda bisa tersusun rapi tanpa perlu menghabiskan banyak waktu menyusun data tersebut, Anda butuh melakukan otomasi pada seluruh arus kas bisnis Anda.
Caranya dengan segera membuat kartu debit perusahaan buat perusahaan. Sudah banyak bank yang menyediakan layanan pembuatan kartu semacam itu. Namun, bila Anda ingin yang berbeda dan menawarkan fitur layanan manajemen keuangan yang lebih lengkap lagi, coba lirik spenmo.com.
Nantinya, segala arus kas dari kartu debit perusahaan tersebut langsung terekam di software manajemen keuangan milik Spenmo tersebut. Anda pun bisa memantau arus kas bisnis di sana secara real-time. Anda juga punya kendali untuk membatasi pengeluaran karyawan, otomatisasi pembayaran, dan banyak keuntungan lainnya.
5. Build, measure, learn
Selain belajar dari validasi pelanggan, hal lain yang perlu dilakukan adalah build, measure, and learn. Maksudnya, saat Anda menerapkan prinsip lean startup artinya Anda siap melakukan proses membuat Minimum Viable Product (MVP) (versi minimal dari suatu produk yang layak untuk diberikan kepada konsumen), lalu mengukur feedback pelanggan, dan belajar mengembangkan kembali produk tersebut. Proses ini bakal terus berulang sampai mencapai hasil yang sesuai yang diharapkan pasar.
Bagaimana, tertarik mengadopsi metode lean startup di bisnis Anda?